Sunday, January 15, 2023

Akal dan Wahyu

 Akal Dan Wahyu

Makalah

 

dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah agama 1

Dosen pengampu : Rohmat Awaludin





Kelompok 3 :

1.   Cupita Sari                                                 (D1A220428)

2.   Endang Ali Imran                                      (D1A221013)

3.   Tia Fitriana Saefudin                                  (D1A220404)

4.   Rendhi Richardo Ardiyansah                     (D1A220414)

5.   M. Afrizal riziq                                            (D1A220412)





Daftar isi

 

Judul ............................................................................................................................................ i

Daftar isi ............................................................................................................................... .... ii

BAB I  Pendahuluan ............................................................................................................. .... 1

BAB II Pembahasan ............................................................................................................. .... 3

A. Akal ................................................................................................................................. 3

2.1 Pengertian akal .................................................................................................... .... 3

2.2 Fungsi atau kedudukan akal ................................................................................ .... 4

2.3 Kekuatan akal ...................................................................................................... .... 5

2.4 Akal menurut Al-Qur’an .......................................................................................... 6

B. Wahyu............................................................................................................................. 7

2.5 Pengertian wahyu ................................................................................................ .... 7

2.6 Fungsi wahyu ...................................................................................................... .... 8

2.7 Kekuatan wahyu .................................................................................................. .. 10

2.8 Wahyu  menurut Al-Qur’an ................................................................................ .. 11    

BAB III Kesimpulan ............................................................................................................. .. 16

Daftar Pustaka ...................................................................................................................... .. 17



BAB I

Pendahuluan 

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia tiada henti kepada kita, sehingga diberikan kesehatan jasmani dan rohani. Dan tidak lupa kita panjatkan shalwat serta salam atas nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memperjuangkan dan menegakan islam serta memberikan petunjuk kepada manusia ke jalan yang lurus, dengan pemahaman yang baik dan keistiqomahan. Dengan akal dan wahyu yang di miliki oleh nabi Muhammad SAW , manusia mampu mempercayai apa yang  disampaikan dan mengikuti ajaran yang diberikan oleh nabi Muhammad SAW. Membuat manusia percaya dengan ajaran islam tidaklah mudah harus di dasari dengan akal yang kuat dan juga memiliki sesuatu yang berbeda dengan manusia lain salah satunya mendapatkan wahyu.

Akal adalah hal yang sangat dibutuhkan oleh manusia, mengapa karena dengan akal, manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dan mampu memilih pilihan yang benar sesuai dengan apa yang telah di ajarkan oleh islam, akal juga harus di gunakan dengan baik agar mampu mendapatkan budi pekerti yang mulia sehingga mendapat derajat yang tinggi di hadapan Allah SWT. Sedangkan wahyu adalah pemberian Allah yang sangat luar biasa secara cepat dan tersembunyi, dan tidak semua manusia mendapatkan wahyu hanya manusia pilihan Allah yang menerima wahyu dan pemberian ini disampaikan oleh malikat Jibril secara langsung.

Kedudukan akal dan wahyu dalam Islam  sangat terhormat, melebihi agama-agama lain. Karena akal dan wahyu merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, itulah yang menjadi pembeda manusia, untuk mencapai derajat khaliq taqwa, akal juga harus ditumbuhkembangkan melalui ilmu untuk membentuk akhlak yang sangat mulia, yaitu yang utama. sumber kehidupan dan juga tujuan Baginda Rasulullah SAW. Bukan hanya itu, karena akal, manusia juga  bisa menjadi makhluk pilihan yang diberi kuasa oleh Tuhan untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini, tetapi juga wahyu, dimana wahyu adalah anugerah yang sangat luar biasa dari Tuhan yang membimbing manusia ke jalan yang benar.

            Tetapi jika nalar terbatas digunakan dalam masalah tauhid, karena tauhid pencipta tidak diukur dalam menemukan titik akhir, maka demikian pula halnya dengan wahyu Yang Esa, karena wahyu diberikan kepada orang-orang pilihan dan hanya untuk tampilan; . Kebesaran Allah. Ketika berurusan dengan wahyu dan akal, seseorang harus selalu ingat bahwa semuanya adalah karena Allah saja. Dan tidak ada yang terjadi kecuali Tuhan mengizinkannya. Ini dilakukan untuk mencegah kemusyrikan terhadap Allah karena kesombongannya.

 

1.1  Rumusan Masalah

  • 1.      Pengertian, Fungsi, serta Kekuatan Akal dan Wahyu
  • 2.      Kedudukan Akal dan Wahyu dalam islam
  • 3.      Akal dan Wahyu menurut Al-Qur’an

1.2   Tujuan

  • 1.      Mengetahui pengertian, fungsi, serta kekuatan Akal dan Wahyu
  • 2.      Mengetahui kedudukan Akal dan Wahyu dalam islam
  • 3.      Mengetahui Akal dan Wahyu menurut Al-Qur’an

 

 

BAB II

Pembahasan

 

A.    Akal

2.1  Pengertian akal

      Kata “akal” secara etimologis berasal dari bahasa Arab, yaitu al-‘aql العقل )  adalah  bentuk mashdar dari kata عقلا –يعقل - عقل yang bermakna fahima wa tadabbaro (paham dan memikirkan atau menimbang). Maka al-‘aql العقل ) sebagai mashdar memiliki makna kemampuan memahami dan memikirkan sesuatu. Sesuatu tersebut adalah ungkapan, fenomena, dan lain-lain yang bisa dijangkau oleh panca indra.

      Kata akal dapat juga ditemui penggunaannya dalam al-Qur’an sebanyak 49 kali, meski hanya dalam bentuk kata kerja ( فعل ). Dalam hal ini, kata 1 عقلوه kali, kata 24 تعقلون kali, kata 1 نعقل kali, kata 1 يعقلها kali, sedangkan kata يعقلون sebanyak 22 kali. Dari kata-kata tersebut mempunyai dua arti pokok, yaitu berarti paham dan mengerti.

      Sedangkan pembahasan tentang akal, sampai sekarang masih berkelanjutan. Didalam bahasa arab, akal diartikan kecerdasan, lawan kebodohan,dan diartikan pula dengan hati (qalb), suatu kekuatan yang membedakan manusia dari semua jenis hewan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akal adalah daya pikir untuk memahami sesuatu atau kemampuan melihat cara-cara memahami lingkungannya. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan akal adalah gabungan dari dua pengertian di atas, yang disampaikan oleh ibnu Taimiyah dan menurut kamus, yakni daya pikir untuk memahami sesuatu, yang di dalamnya terdapat kemungkinan bahwa pemahaman yang didapat oleh akal bisa salah atau bisa benar.

      Ibnu Rusyd, sebagaimana dikutip oleh Abdul Salim Mukrim, membagi akal menjadi tiga macam:

1.      Akal demonstratif (burhani) yang mampu memahami dalil-dalil yang meyakinkan dan tepat, menghasilkan hal-hal yang jelas dan penting, dan melahirkan filsafat. Akal ini hanya diberikan kepada sedikit orang saja. 

2.      Akal logika (manthiqi) yang sekedar memahami fakta-fakta argumentatif. 

3.      Akal retorik (khithabi) yang hanya mampu menangkap hal-hal yang bersifat nasihat dan retorik, tidak dipersiapkan untuk memahami aturan berfikir sistematika.

2.2  Fungsi atau kedudukan akal

Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diciptakan Allah mempunyai banyak sekali kelebihan jika dibandingkan dengan mahkluk-mahkluk ciptaan Allah yang lainnya.

Bukti otentik dari kebenaran bahwa manusia merupakan makhluk yang paling sempurna di antara mahkluk yang lain adalah ayat al-Quran surat At-Tin ayat 4 sebagai berikut:

قَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

Artinya: “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS At-Tin [95]: 4)

Satu hal yang membuat manusia lebih baik dari mahkluk yang lain yaitu manusia mampu berpikir dengan akalnya, karena manusia dianugerahi oleh Allah dengan akal sehingga dengannya manusia mampu memilih, nmempertimbangkan, menentukan jalan pikirannya sendiri. Agama Islam sangat menjunjung tinggi kedudukan akal. Dengan akal manusia mampu memahami al-Qur’an sebagai wahyu yang diturunkan lewat Nabi Muhammad, dengannya juga manusia mampu menelaah kembali sejarah Islam dari masa lampau.

      Dalam perspektif al-Qur’an, ‘aql bukanlah otak, tapi daya pikir dan memahami yang terdapat dalam diri manusia, atau daya yang digambarkan memperoleh ilmu pengetahuan dan memperhatikan alam sekitarnya. Dalam berbagai konteks, al-Qur’an telah menyerukan penggunaan al-'aql dan memuji orang yang menggunakannya serta mencela yang tidak menggunakannya. Abbas Mahmud al-'Aqqad 6 berpendapat bahwa 'aql adalah penahan hawa nafsu, untuk mengetahui amanat dan beban kewajiban, pemahaman dan pemikiran yang selalu berubah sesuai dengan masalah yang dihadapi, yang membedakan antara hidayah dan kesesatan, atau kesadaran batin yang berdaya tembus melebihi penglihatan mata. Kata ‘aqal yang sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-'aql yang dalam bentuk kata benda, tidak terdapat dalam al- Qur’an, yang ada yaitu kata kerjanya aqaluhu, taqilun, na'qi'l, ya'qiluha, dan lainnya. Kata-kata itu dipakai dalam arti paham dan mengerti. Sebagai contoh dapat dijumpai pada ayat-ayat (Q.S. al-Bagarah, 2:75 dan 242; al-Hajj, 22:46; al-Mulk, 57:10, dan al-Ankabut, 29:43). Selain itu di dalam al-Qur’an terkadang kata aqal diidentikkan dengan kata lub jamaknya al-albab. Sehingga kata ulu al-bab dapat diartikan dengan ''orang-orang yang beraqal''. Hal ini misalnya dapat dijumpai pada QS Ali Imran ayat 190-191 yang berbunyi:

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ

190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

      Sementara Imam Abi al-Fida Isma'il,7 mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Ulul Albab adalah orang-orang yang akalnya sempurna dan bersih yang dengannya dapat ditemukan berbagai keistimewaan dan keagungan mengenai sesuatu, tidak seperti orang yang gagu yang tidak dapat berpikir. Dengan berpikir seseorang sampai kepada hikmah yang berada di balik proses meingingat (tazakkur) dan berpikir (tafakkur).

a.       Akal menurut pendapat Muhammad Abduh adalah suatu daya yang hanya dimiliki manusia dan oleh karena itu dialah yang memperbedakan manusia dari mahkluk lain.

b.      Akal adalah tonggak kehidupan manusia yang mendasar terhadap kelanjutan wujudnya, peningkatan daya akal merupakan salah satu dasar dan sumber kehidupan dan kebahagiaan bangsa-bangsa.

c.       Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna kalau tidak didasarkan akal. Iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat, dan akalah yang menjadi sumber keyakinan pada Tuhan.

 

2.3  Kekuatan akal

1.      Mengetahui tuhan dan sifat-sifatnya.

2.      Mengetahui adanya kehidupan akhirat.

3.      Mengethaui bahwa kebahagiaan di akhirat bergantung pada mengenal tuhan dan berbuat baik, sedangkan kesengsaraan tergantung dengan tidak mengenal tuhan dan berbuat jahat.

4.      Mengetahui wajibnya manusia mengenal tuhan.

5.      Wajib berbuat baik dan wajib menjauhi perbuatan jahat.

6.      Membuat hukum mengenai kewajiban itu.

 

2.4  Akal menurut al-Qur’an

      Sederhananya, akal adalah sebuah alat yang dapat digunakan untuk membedakan antara baik dan buruk, dapat menerima ilmu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, serta sebagai penghalang terjatuhnya kesalahan dan dosa. Lebih lanjut, setidaknya akal mempunyai tiga fungsi di dalam al-Qur’an, sebagaimana berikut :

1)      Pertama, untuk Memahami. Salah satu fungsi akal yang pertama adalah untuk memahami ayat al-Qur’an. Seperti ayat-ayat kauniyah, sebagaimana firman-Nya:

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

164. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.

      Menurut Sayyid Qutb, ayat tersebut merupakan metode yang sempurna bagi penalaran karena mengarahkan akal manusia kepada fungsi pertama yaitu mempelajari ayat-ayat Al-Qur’an yang tersaji dalam alam semesta ini. Di samping itu, dengan adanya akal manusia dapat membuka cakrawala dan pengetahuan yang diungkapkan oleh Allah Swt dalam Al-Qur’an.

2)      Kedua, untuk Mengambil Hikmah dan Pelajaran. Fungsi akal yang kedua adalah untuk mengambil sebuah pelajaran dari suatu kejadian yang terdapat dalam al-Qur’an. Seperti mengambil pelajaran dari para penghuni neraka, sebagaimana firman-Nya:

وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ

10. Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".

      Menurut Wahbah az-Zuhaili, para penghuni neraka mencerca dan menyalahkan dirinya masing-masing, dengan berkata: “Seandainya kami di dunia mendengar sungguh-sungguh kepada siapa yang membawa kebenaran dan menginginkan jawaban, atau menyadari dan berpikir atas apa yang ia (Rasulullah Saw) seru kepada kami, dari hidayah dan petunjuk, maka tidaklah kami tertimpa api nereka yang menyala-nyala.”

3)      Ketiga, untuk Menjaga Diri dan Mencegah dari Perbuatan Tercela. Fungsi akal yang ketiga adalah untuk menjaga diri serta mencegah dari perbuatan tercela. Seperti menjaga diri dari sesuatu yang haram , sebagaimana firman-Nya :

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

151. Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).

      Menurut Quraish Shihab, ayat tersebut menjelaskan aneka hal yang haram dengan tanpa menyebutkan sesuatu yang berkaitan dengan makanan. Hal ini tentunya mengisyaratkan bahwa akal berfungsi sebagai penghindar dari kejahatan moral terhadap Allah SWT dan manusia. Oleh karenanya, adanya penutup ayat dengan redaksi La’alakum Ta’qilun akan menjadikan sentakan bagi manusia agar dapat memahami atas apa yang disampaikan Allah Swt serta agar terjauh dari kejahatan moral.

B.       Wahyu

2.5  Pengertian wahyu

      Kata wahyu berasal dari bahasa Arab yaitu الوحي yang berarti suara, api, dan kecepatan. Wahyu menurut kamus al-Mufrodat Fi Ghoro’ibil-Qur’an makna aslinya adalah al-isyaratu al-syari’ah yang memiliki arti isyarat yang cepat yang disampaikan ke dalam hati.

      Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata wahyu diartikan sebagai petunjuk dari Allah yang diturunkan hanya kepada para nabi dan rasul melalui mimpi dan sebagainya. Dalam kedudukannya sebagai petunjuk, wahyu juga dapat diartikan sebagai pemberitahuan (informasi) dari Allah yang diberikan kepada orang-orang pilihannya untuk disampaikan kepada manusia agar dijadikan sebagai pegangan hidup. Wahyu mengandung ajaran, petunjuk dan pedoman yang berguna bagi manusia untuk perjalanan hidupnya di dunia dan akhirat.

      Secara konseptual, istilah wahyu menunjukkan kepada nama-nama yang lebih populer seperti Al-Kitab, Al-Qur’an, Risalah, dan Balagh. Dalam terminologi Islam, wahyu yang dibawa oleh Nabi Muhammad itu dinamakan Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kitab dan Firman Tuhan yang disampaikan kepada Nabi SAW. dengan demikian wahyu menurut konsepsi Al-Qur’an, merupakan parole tuhan, wahyu sama dengan firman Tuhan (kalam Allah).

Sebagaimana firman Allah, dalam surat At-Taubah ayat 6:

وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ

Artinya : Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui (At-Taubah: 6)

      Pengertian wahyu secara etimologis adalah pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat yang khusus diberitahukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang lain. Sedangkan pengertian wahyu secara termonologi adalah firman (petunjuk) Allah yang disampaikan kepada nabi dan walinya. 

2.6  Fungsi wahyu

      Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksut memberi informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan di terima manusia di akhirat.

      Adapun wahyu dalam hal ini yang dapat dipahami sebagai wahyu langsunng (al-Qur'an) ataupun wahyu yang tidak langsung (al-Sunnah), kedua-duanya memiliki fungsi dan kedudukan yang sama meski tingkat akurasinya berbeda karena disebabkan oleh proses pembukuan dan pembakuannya. Al-Qur'an langsung ditulis semasa wahyu itu diturunkan dan dibukukan di masa awal islam, hanya beberapa waktu setelah Rosul Allah wafat (masa Khalifah Abu Bakar), sedangkan al-hadis atau al-Sunnah baru dibukukan pada abat kedua hijrah (masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz), oleh karena itu fungsi dan kedudukan wahyu dalam memahami Islam adalah:

a.       Wahyu sebagai dasar dan sumber pokok ajaran Islam. Seluruh pemahaman dan pengamalan ajaran Islam harus dirujukan kepada al-Qur'an dan Sunnah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pemahaman dan penngamalan ajaran Islam tanpa merujuk pada al-quran dan al-sunnah adalah omong kosong.

b.      Wahyu sebagai landasan etik. Karena wahyu itu akan difungsikan bila akal difungsikan untuk memahami, maka akal sebagai alat untuk memahami islam (wahyu) harus dibimbinng oleh wahyu itu sendiri agar hasil pemahamannya benar dan pengamalannya pun menjadi benar. Akal tidal boleh menyimpang dari prinsip etik yang diajarkan oleh wahyu.

      Kedudukan wahyu terhadap akal manusia adalah seperti cahaya terhadap indera penglihatan manusia.. Oleh karena itulah, Alloh SWT menurunkan wahyu-Nya untuk membimbing manusia agar tidak tersesat. Di dalam keterbatasannya-lah akal manusia menjadi mulia. Sebaliknya, ketika ia melampaui batasnya dan menolak mengikuti bimbingan wahyu maka ia akan tersesat.

      Meletakkan akal dan wahyu secara fungsional akan lebih tepat dibandingkan struktural, karena bagaimanapun juga akal memiliki fungsi sebagai alat untuk memahami wahyu, dan wahyu untuk dapat dijadikan petunjuk dan pedoman kehidupan manusia harus melibatkan akal untuk memahami dan menjabarkan secara praktis. Manusian diciptakan oleh tuhan dengan tujuan ang jelas, yakni sebagai hamba Allah dan khalifah Allah, dan untuk mencapai tujuan tersebut manusia dibekali akal dan wahyu. Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksut memberi informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan di terima manusia di akhirat. Sebenarnya wahyu secara tidak langsung adalah senjata yang diberikan Allah kepada nabi-nabiNya untuk melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman orang-orang yang tak menyukai keberadaanya. Dan sebagai bukti bahwa beliau adalah utusan sang pencipta yaitu Allah SWT.

2.7  Kekuatan wahyu

      Memang sulit saat ini membuktikan jika wahyu memiliki kekuatan, tetapi kita tidak mampu mengelak sejarah wahyu ada, oleh karna itu wahyu diyakini memiliki kekuatan karena beberapa faktor antara lain:

  • 1)      Wahyu ada karena ijin dari Allah, atau wahyu ada karena pemberian Allah.
  • 2)      Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah.
  • 3)      Membuat suatu keyakinan pada diri manusia.
  • 4)      Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib.
  • 5)      Wahyu turun melalui para ucapan nabi-nabi.
  • 6)      Kedudukan Wahyu Dalam Islam

      Kedudukan antara akal dan  wahyu dalam islam sama-sama penting. Karena islam tidak akan terlihat sempurna jika tidak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat berpengaruh dalam segala hal dalam islam. Dapat dilihat dalam hukum islam, antar wahyu dan akal ibarat penyeimbang.

      Ketika hukum islam berbicara yang identik dengan wahyu, maka akal akan segera menerima dan mengambil kesimpulan bahwa hal tersebut sesuai akan suatu tindakan yang terkena hukum tersebut, karena sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki kesamaan yang diberikan Allah namun kalau wahyu hanya orang-orang tertentu yang mendapatkanya tanpa seorangpun yang mengetahu, dan akal adalah hadiah terindah bagi setiap manusia yang diberikan Allah.

      Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski demikian bukan berartiakal diberi kebebasan tanpa batas dalam memahami agama. Islam memiliki aturan untuk menempatkan akal sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, akal yang sehat akan selalu cocok dengan syariat islam dalam permasalahan apapun. Dan Wahyu baik berupa Al-qur'an dan Hadits bersumber dari Allah SWT, pribadi Nabi Muhammad SAW yang menyampaikan wahyu ini, memainkan peranan yang sangat penting dalam turunnya wahyu. Wahyu mmerupakan perintah yang berlaku umum atas seluruh umat manusia, tanpamengenal ruang dan waktu, baik perintah itu disampaikan dalam bentuk umum atau khusus. Apa yang dibawa oleh wahyu tidak ada yang bertentangan dengan akal, bahkan ia sejalan dengan prinsip-prinsip akal.

 

 

2.8  Wahyu menurut al-Qur’an

Kata wahyu dalam al-Quran memiliki empat arti;

a.       Isyarat secara rahasia. Ini adalah pemaknaan wahyu secara kebahasaan. Sebagaimana ayat yang dimaktubkan dalam al-Quran berkenaan dengan Nabi Zakaria a.s.:

فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ فَأَوْحَىٰ إِلَيْهِمْ أَنْ سَبِّحُوا بُكْرَةً وَعَشِيًّا


11. Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.

b.      Petunjuk naluriah, yaitu petunjuk-petunjuk yang bersifat naluriah yang ada di dalam diri semua makhluk. Setiap maujud, baik itu benda padat, tumbuhan, hewan dan manusia, secara instingtif mengetahui jalan keabadian dan keberlangsungan hidupnya. Petunjuk yang bersifat naluriah ini disebut dalam Al-Quran dengan nama wahyu. (QS. Al-Nahl: 68-69).

وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ

68. Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia",

ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا ۚ يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

69. kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.

c.       Ilham (bisikan gaib). Kadangkala manusia menerima pesan, tetapi tidak mengetahui dari mana asal pesan tersebut. Biasanya pesan ini muncul dalam kondisi terdesak, ketika dia menganggap telah menapaki jalan buntu. Tiba-tiba, muncul pancaran dari dalam hati yang memberitahu adanya jalan terang dan memberi harapan untuk terbebas dari kesulitan. Pesan-pesan pemberitahu jalan keluar ini adalah suara gaib yang membantu manusia dari balik layar wujud. Inilah inayah Sang Pencipta kepada alam semesta.

Suara gaib dari inayah Ilahiah ini, disebut oleh Al-Quran dengan nama wahyu. Berkenaan dengan ibunda Nabi Musa as al-Quran mengisahkan:

وَأَوْحَيْنَا إِلَىٰ أُمِّ مُوسَىٰ أَنْ أَرْضِعِيهِ ۖ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي ۖ إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ

7. Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.

           Ketika Musa a.s. lahir, ibunya mengkhawatirkan nasibnya. Tiba-tiba dalam benak ibunya muncul kepasrahan untuk bertawakal kepada Tuhan. Kemudian dia menyusui bayinya. Meski khawatir, dia letakkan Musa as ke dalam peti yang kemudian dihanyutkan di aliran sungai. Namun, dalam benaknya tersemat keyakinan bahwa bayinya kelak kembali kepadanya. Ibu Nabi Musa a.s. merasa ada yang tidak memperbolehkannya bersedih. Pada saat itulah dia telah bertawakal dan menyerahkan nasib bayinya kepada Allah SWT.

           Itulah suara yang menyinari dan melintas dalam hati ibu Nabi Musa a.s. Ibu Nabi Musa a.s. memiliki secercah harapan karenanya. Dia tidak memikirkan sesuatu yang lain, selain Tuhan. Pikiran yang menerangi jalan dan menolongnya dari kesulitan dan ketakutan seperti ini adalah ilham rahmani dan inayah rabbani yang menghampiri hamba-hamba saleh ketika berada dalam posisi terdesak. Al-Quran juga menggunakan kata wahyu untuk menyebut bisikan setan:

Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan indah untuk menipu (manusia) (QS. Al-An’am: 112).

Sesungguhnya setan-setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu (QS. Al-An’am: 121).

Dalam surah Al-Nas disebutkan:

Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia”.

4. Wahyu kerasulan (risali). Wahyu ini hanya khusus untuk Nabi. Di dalam al-Quran, wahyu risali disebut lebih dari tujuh puluh kali:

Demikianlah Kami wahyukan kepadamu al-Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memberi peringatan kepada penduduk Mekkah dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya” (QS. Al-Syura: 7).

Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan al-Quran ini kepadamu (QS. Yusuf:3).

           Para nabi adalah orang-orang yang mencapai derajat kesempurnaan, karena mereka telah mempersiapkan diri untuk menerima wahyu. Berkaitan pendapat ini, Imam Hasan Askari as bersabda, “Sesungguhnya Allah mendapati hati dan jiwa Muhammad sebaik-baik hati, maka Dia memilihnya sebagai nabi-Nya.” (Majlisi, Muhammad Baqir, Bihar al-Anwar, jilid 18, hal.205, hadis ke-36).

           Karenanya menambah pengetahuan dan kesiapan menerima pesan samawi ini menjadi sangat penting. Tujuannya adalah mengikis habis segala hiasan jasmani dari diri seseorang hingga layak menjalin hubungan dengan para malakut. Rasulullah saw bersabda, “Allah tidak akan mengutus seorang nabi atau rasul melainkan Dia sempurnakan akalnya dan jadilah akalnya lebih unggul dari seluruh akal umatnya.” (Muhammad bin Ya’qub Kulaini, Ushul Al-Kafi, jld. 1, hlm.13).

           Mulla Sadra berpendapat bahwa batin Nabi dihiasi dengan hakikat kenabian jauh sebelum beliau lahir. Hal ini telah diketahui secara sempurna oleh para nabi. Nabi telah menghias batinnya secara gemilang dengan kesempurnaan insani, jauh hari sebelum beliau menampakkannya. Pada saat itulah qalib (jasad) menyandang predikat qalb (hati). Itulah yang muncul dan tampak dari Nabi. Pertama beliau melakukan perjalanan dari al-khalq (makhluk) menuju Al-Haqq. Kemudian perjalanannya dilanjutkan dari sisi Al-Haqq bersama Al-Haqq menuju al-khalq (makhluk) (Shadruddin Syirazi, Syarh_Ushul Al-Kafi, jld. 3, hlm.454).

           Wahyu sama seperti ilham. Keduanya menjadikan jiwa terang. Bedanya adalah sumber ilham tidak diketahui oleh yang mendapatkannya, sementara sumber wahyu jelas bagi mereka yang mendapatkannya. Para nabi tidak pernah merasa bingung dan salah ketika menerima pesan samawi, karena mereka bergegas menyambutnya dengan kesadaran yang utuh dan lapang dada. Zurarah bertanya kepada Imam Ja’far Al-Shadiq a.s., “Bagaimana Nabi bisa percaya bahwa apa yang sampai kepadanya adalah wahyu Ilahi, bukan bisikan setan?”

           Imam Al-Shadiq a.s. menjawab, “Sesungguhnya setiap Allah memilih seorang hamba sebagai nabi, maka Dia menganugerahkan ketenangan kepadanya, sehingga apa yang sampai kepadanya dari Allah, sama seperti yang dilihat dengan matanya.” (Muhammad bin Mas’ud Ayyasyi Samarqandi, Tafsir Al-Ayyasyi, jld. 2, hlm.201, hadis ke-106; Bihar Al-Anwar, jld. 18, hlm. 262, hadis ke-16). Imam Ja’far Al-Shadiq a.s. juga pernah ditanya, “Bagaimana bisa para nabi tahu kalau mereka adalah nabi?”
Imam Al-Shadiq a.s. menjawab, “Telah disingkap tirai dari mereka.” (Bihar Al-Anwar, jld. 11, hlm. 56, hadis ke-56). Para nabi telah tuntas melewati jenjang ilmul yaqin, kemudian mengarungi ainul yaqin dan mencapai haqqul yaqin ketika diutus sebagai nabi. Karenanya, tak perlu heran jika di lautan manusia, ada orang-orang pilihan yang suci, tampil ke permukaan, mengemban risalah Ilahi, menyampaikan pesan samawi untuk manusia supaya beruntung. Sebagaimana firman-Nya dalam al-Quran:

Pantaskah manusia menjadi heran bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka, “Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan.” Orang-orang kafir berkata, “Sesungguhnya orang ini (Muhammad) benar-benar penyihir yang nyata.” (QS. Yunus: 2).

Untuk menghilangkan segala keheranan dan prasangka buruk, Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya Kami telah mewahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi setelahnya, dan Kami telah mewahyukan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya; Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Dawud. Dan beberapa rasul yang telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu sebelumnya dan ada beberapa rasul yang tidak kami kisahkan kepadamu. Dan kepada Musa Allah berfirman langsung. Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasul-rasul itu diutus. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu itu), tetapi Allah menjadi saksi atas (al-Quran) yang diturunkannya kepadamu (Muhammad). Dia menurunkannya dengan ilmunya, dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi. Cukuplah Allah yang menjadi saksi. Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (orang lain) dari jalan Allah, benar-benar telah sesat sejauh-jauhnya” (QS. Al-Nisa’: 163-167).

Bukan sebuah peristiwa yang mengherankan jika ada seseorang yang mendapatkan wahyu. Inilah fenomena yang selalu berseiring bersama manusia sepanjang sejarah.

 

BAB III

Kesimpulan

 Akal merupakan hidayah Allah yang diberikan kepada menusia berfungsi sebagai alat untuk mencari kebenaran, akal mampu merumuskan yang bersifat kognitifdan manajerial. Wahyu merupakan firman Allah yang berfungsi sebagai pedoman hidup manusia. Wahyu baik yang langsung (al-Qur’an) maupun tidak langsung (al-Sunnah) sebagi sumber ajaran Islam. Akal dan wahyu dilihat secara fungsional bukan struktural, akal berfungsi untuk memahami wahyu, dan wahyu berfungsi untuk meluruskan kerja akal. Dalam ajaran Islam, akal mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai, bukan hanya dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, tetapi juga dalam perkembangan ajaran-ajaran keagamaan Islam itu sendiri. Kedudukan wahyu terhadap akal manusia adalah seperti cahaya terhadap indera penglihatan manusia. Kaum Mu’tazialah berpendapat, bahwa baik dan buruk ditentukan oleh akal. Mana yang baik kata akal baiklah dia dan mana yang buruk kata akal buruklah dia.


Daftar Pustaka

PENGERTIAN WAHYU DAN AKAL (ilmu-ushuluddin.blogspot.com)

https://id.scribd.com/doc/89525306/Fungsi-Akal-Menurut-Al

Definisi dan Pengertian Wahyu (referensimakalah.com)

Ahmad, https://bangkuliah.com/2016/11/15/fungsi-dan-peran-wahyu-dalam-islam/ (diakses pada tanggal 19 November pukul 20.59)

Tiga Fungsi Akal dalam Al-Qur’an - Islami[dot]co

Muhammad Hadi Ma’rifat, Tarikh Al-Qur’an, Majma Jahani Ahl Al-Bait, Qom, 1388 HS

 


No comments:

Post a Comment

Akal dan Wahyu

  Akal Dan Wahyu Makalah   dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah agama 1 Dosen pengampu : Rohmat Awaludin Kelompok ...