Akal Dan Wahyu
Makalah
dibuat
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah agama 1
Dosen
pengampu : Rohmat Awaludin
Kelompok 3 :
1.
Cupita
Sari (D1A220428)
2.
Endang
Ali Imran (D1A221013)
3.
Tia
Fitriana Saefudin (D1A220404)
4.
Rendhi
Richardo Ardiyansah (D1A220414)
5.
M.
Afrizal riziq (D1A220412)
Daftar
isi
Judul
............................................................................................................................................ i
Daftar
isi ............................................................................................................................... .... ii
BAB
I Pendahuluan ............................................................................................................. .... 1
BAB
II Pembahasan ............................................................................................................. .... 3
A.
Akal ................................................................................................................................. 3
2.1 Pengertian akal
.................................................................................................... .... 3
2.2 Fungsi atau kedudukan akal ................................................................................ .... 4
2.3 Kekuatan akal ...................................................................................................... .... 5
2.4 Akal menurut Al-Qur’an .......................................................................................... 6
B. Wahyu............................................................................................................................. 7
2.5 Pengertian wahyu ................................................................................................ .... 7
2.6 Fungsi wahyu ...................................................................................................... .... 8
2.7 Kekuatan wahyu .................................................................................................. .. 10
2.8 Wahyu menurut Al-Qur’an ................................................................................ .. 11
BAB III
Kesimpulan ............................................................................................................. .. 16
Daftar
Pustaka ...................................................................................................................... .. 17
BAB I
Pendahuluan
Puji syukur atas kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan karunia tiada henti kepada kita, sehingga diberikan
kesehatan jasmani dan rohani. Dan tidak lupa kita panjatkan shalwat serta salam
atas nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memperjuangkan dan menegakan islam
serta memberikan petunjuk kepada manusia ke jalan yang lurus, dengan pemahaman
yang baik dan keistiqomahan. Dengan akal dan wahyu yang di miliki oleh nabi
Muhammad SAW , manusia mampu mempercayai apa yang disampaikan dan mengikuti ajaran yang
diberikan oleh nabi Muhammad SAW. Membuat manusia percaya dengan ajaran islam
tidaklah mudah harus di dasari dengan akal yang kuat dan juga memiliki sesuatu
yang berbeda dengan manusia lain salah satunya mendapatkan wahyu.
Akal adalah hal yang sangat
dibutuhkan oleh manusia, mengapa karena dengan akal, manusia dapat membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk dan mampu memilih pilihan yang benar sesuai dengan
apa yang telah di ajarkan oleh islam, akal juga harus di gunakan dengan baik
agar mampu mendapatkan budi pekerti yang mulia sehingga mendapat derajat yang
tinggi di hadapan Allah SWT. Sedangkan wahyu adalah pemberian Allah yang sangat
luar biasa secara cepat dan tersembunyi, dan tidak semua manusia mendapatkan
wahyu hanya manusia pilihan Allah yang menerima wahyu dan pemberian ini
disampaikan oleh malikat Jibril secara langsung.
Kedudukan akal dan
wahyu dalam Islam sangat terhormat,
melebihi agama-agama lain. Karena akal dan wahyu merupakan hal yang sangat
penting bagi manusia, itulah yang menjadi pembeda manusia, untuk mencapai
derajat khaliq taqwa, akal juga harus ditumbuhkembangkan melalui ilmu untuk
membentuk akhlak yang sangat mulia, yaitu yang utama. sumber kehidupan dan juga
tujuan Baginda Rasulullah SAW. Bukan hanya itu, karena akal, manusia juga bisa menjadi makhluk pilihan yang diberi
kuasa oleh Tuhan untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini, tetapi juga wahyu,
dimana wahyu adalah anugerah yang sangat luar biasa dari Tuhan yang membimbing
manusia ke jalan yang benar.
Tetapi
jika nalar terbatas digunakan dalam masalah tauhid, karena tauhid pencipta
tidak diukur dalam menemukan titik akhir, maka demikian pula halnya dengan
wahyu Yang Esa, karena wahyu diberikan kepada orang-orang pilihan dan hanya
untuk tampilan; . Kebesaran Allah. Ketika berurusan dengan wahyu dan akal,
seseorang harus selalu ingat bahwa semuanya adalah karena Allah saja. Dan tidak
ada yang terjadi kecuali Tuhan mengizinkannya. Ini dilakukan untuk mencegah
kemusyrikan terhadap Allah karena kesombongannya.
1.1 Rumusan
Masalah
- 1. Pengertian,
Fungsi, serta Kekuatan Akal dan Wahyu
- 2. Kedudukan
Akal dan Wahyu dalam islam
- 3. Akal
dan Wahyu menurut Al-Qur’an
1.2 Tujuan
- 1. Mengetahui
pengertian, fungsi, serta kekuatan Akal dan Wahyu
- 2. Mengetahui
kedudukan Akal dan Wahyu dalam islam
- 3. Mengetahui
Akal dan Wahyu menurut Al-Qur’an
BAB II
Pembahasan
A.
Akal
2.1 Pengertian akal
Kata “akal”
secara etimologis berasal dari bahasa Arab, yaitu al-‘aql ( العقل )
adalah bentuk mashdar dari kata عقلا –يعقل - عقل yang bermakna fahima wa
tadabbaro (paham dan memikirkan atau menimbang). Maka al-‘aql ( العقل ) sebagai mashdar memiliki makna
kemampuan memahami dan memikirkan sesuatu. Sesuatu tersebut adalah ungkapan,
fenomena, dan lain-lain yang bisa dijangkau oleh panca indra.
Kata akal
dapat juga ditemui penggunaannya dalam al-Qur’an sebanyak 49 kali, meski hanya
dalam bentuk kata kerja ( فعل ).
Dalam hal ini, kata 1 عقلوه kali, kata
24 تعقلون kali, kata
1 نعقل kali, kata 1 يعقلها kali, sedangkan kata يعقلون sebanyak
22 kali. Dari kata-kata tersebut mempunyai dua arti pokok, yaitu berarti paham
dan mengerti.
Sedangkan pembahasan tentang akal, sampai sekarang masih
berkelanjutan. Didalam bahasa arab, akal diartikan kecerdasan, lawan kebodohan,dan
diartikan pula dengan hati (qalb), suatu kekuatan yang
membedakan manusia dari semua jenis hewan. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, akal adalah daya pikir untuk memahami sesuatu
atau kemampuan melihat cara-cara memahami lingkungannya. Dalam penelitian ini,
yang dimaksud dengan akal adalah gabungan dari dua pengertian di atas, yang
disampaikan oleh ibnu Taimiyah dan menurut kamus, yakni daya pikir untuk
memahami sesuatu, yang di dalamnya terdapat kemungkinan bahwa pemahaman yang
didapat oleh akal bisa salah atau bisa benar.
Ibnu Rusyd, sebagaimana dikutip oleh Abdul Salim Mukrim, membagi
akal menjadi tiga macam:
1.
Akal
demonstratif (burhani) yang mampu memahami dalil-dalil yang meyakinkan dan
tepat, menghasilkan hal-hal yang jelas dan penting, dan melahirkan filsafat.
Akal ini hanya diberikan kepada sedikit orang saja.
2.
Akal
logika (manthiqi) yang sekedar memahami fakta-fakta argumentatif.
3. Akal retorik (khithabi) yang hanya mampu menangkap hal-hal yang bersifat nasihat dan retorik, tidak dipersiapkan untuk memahami aturan berfikir sistematika.
2.2 Fungsi atau kedudukan akal
Manusia sebagai makhluk yang paling
sempurna diciptakan Allah mempunyai banyak sekali kelebihan jika dibandingkan
dengan mahkluk-mahkluk ciptaan Allah yang lainnya.
Bukti otentik dari kebenaran bahwa manusia merupakan
makhluk yang paling sempurna di antara mahkluk yang lain adalah ayat al-Quran
surat At-Tin ayat 4 sebagai berikut:
قَدْ خَلَقْنَا
الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Artinya: “Sesungguhnya kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS At-Tin [95]: 4).
Satu hal yang membuat manusia lebih baik
dari mahkluk yang lain yaitu manusia mampu berpikir dengan akalnya, karena
manusia dianugerahi oleh Allah dengan akal sehingga dengannya manusia mampu
memilih, nmempertimbangkan, menentukan jalan pikirannya sendiri. Agama Islam
sangat menjunjung tinggi kedudukan akal. Dengan akal manusia mampu memahami
al-Qur’an sebagai wahyu yang diturunkan lewat Nabi Muhammad, dengannya juga
manusia mampu menelaah kembali sejarah Islam dari masa lampau.
Dalam perspektif al-Qur’an,
‘aql bukanlah otak, tapi daya pikir dan memahami yang terdapat dalam diri
manusia, atau daya yang digambarkan memperoleh ilmu pengetahuan dan
memperhatikan alam sekitarnya. Dalam berbagai konteks, al-Qur’an telah
menyerukan penggunaan al-'aql dan memuji orang yang menggunakannya serta
mencela yang tidak menggunakannya. Abbas Mahmud al-'Aqqad 6 berpendapat bahwa
'aql adalah penahan hawa nafsu, untuk mengetahui amanat dan beban kewajiban,
pemahaman dan pemikiran yang selalu berubah sesuai dengan masalah yang
dihadapi, yang membedakan antara hidayah dan kesesatan, atau kesadaran batin
yang berdaya tembus melebihi penglihatan mata. Kata ‘aqal yang sudah menjadi
kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-'aql yang dalam bentuk kata benda,
tidak terdapat dalam al- Qur’an, yang ada yaitu kata kerjanya aqaluhu, taqilun,
na'qi'l, ya'qiluha, dan lainnya. Kata-kata itu dipakai dalam arti paham dan
mengerti. Sebagai contoh dapat dijumpai pada ayat-ayat (Q.S. al-Bagarah, 2:75
dan 242; al-Hajj, 22:46; al-Mulk, 57:10, dan al-Ankabut, 29:43). Selain itu di
dalam al-Qur’an terkadang kata aqal diidentikkan dengan kata lub jamaknya
al-albab. Sehingga kata ulu al-bab dapat diartikan dengan ''orang-orang yang
beraqal''. Hal ini misalnya dapat dijumpai pada QS Ali Imran ayat 190-191 yang
berbunyi:
إِنَّ فِي خَلْقِ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي
الْأَلْبَابِ
190. Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
الَّذِينَ
يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا
سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
191. (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Sementara Imam Abi
al-Fida Isma'il,7 mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Ulul Albab adalah
orang-orang yang akalnya sempurna dan bersih yang dengannya dapat ditemukan
berbagai keistimewaan dan keagungan mengenai sesuatu, tidak seperti orang yang
gagu yang tidak dapat berpikir. Dengan berpikir seseorang sampai kepada hikmah
yang berada di balik proses meingingat (tazakkur) dan berpikir (tafakkur).
a. Akal
menurut pendapat Muhammad Abduh adalah suatu daya yang hanya dimiliki manusia
dan oleh karena itu dialah yang memperbedakan manusia dari mahkluk lain.
b. Akal
adalah tonggak kehidupan manusia yang mendasar terhadap kelanjutan wujudnya,
peningkatan daya akal merupakan salah satu dasar dan sumber kehidupan dan
kebahagiaan bangsa-bangsa.
c. Akal
adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna kalau tidak
didasarkan akal. Iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat, dan
akalah yang menjadi sumber keyakinan pada Tuhan.
2.3 Kekuatan akal
1.
Mengetahui
tuhan dan sifat-sifatnya.
2.
Mengetahui
adanya kehidupan akhirat.
3.
Mengethaui
bahwa kebahagiaan di akhirat bergantung pada mengenal tuhan dan berbuat baik,
sedangkan kesengsaraan tergantung dengan tidak mengenal tuhan dan berbuat
jahat.
4.
Mengetahui
wajibnya manusia mengenal tuhan.
5.
Wajib
berbuat baik dan wajib menjauhi perbuatan jahat.
6. Membuat hukum mengenai kewajiban itu.
2.4 Akal menurut al-Qur’an
Sederhananya, akal adalah sebuah alat yang
dapat digunakan untuk membedakan antara baik dan buruk, dapat menerima ilmu
yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, serta sebagai penghalang
terjatuhnya kesalahan dan dosa. Lebih lanjut, setidaknya akal mempunyai
tiga fungsi di dalam al-Qur’an, sebagaimana berikut :
1)
Pertama, untuk Memahami. Salah
satu fungsi akal yang pertama adalah untuk memahami ayat al-Qur’an. Seperti
ayat-ayat kauniyah, sebagaimana firman-Nya:
إِنَّ فِي خَلْقِ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ
الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ
مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ
فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ
بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
164.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan
siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan
apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia
hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala
jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan
bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum
yang memikirkan.
Menurut
Sayyid Qutb, ayat tersebut merupakan metode yang sempurna bagi penalaran karena
mengarahkan akal manusia kepada fungsi pertama yaitu mempelajari ayat-ayat
Al-Qur’an yang tersaji dalam alam semesta ini. Di samping itu, dengan adanya
akal manusia dapat membuka cakrawala dan pengetahuan yang diungkapkan oleh
Allah Swt dalam Al-Qur’an.
2)
Kedua, untuk Mengambil
Hikmah dan Pelajaran. Fungsi akal yang kedua adalah untuk mengambil sebuah
pelajaran dari suatu kejadian yang terdapat dalam al-Qur’an. Seperti mengambil
pelajaran dari para penghuni neraka, sebagaimana firman-Nya:
وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا
كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ
10. Dan
mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan
itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang
menyala-nyala".
Menurut Wahbah az-Zuhaili, para penghuni neraka mencerca dan
menyalahkan dirinya masing-masing, dengan berkata: “Seandainya kami di dunia
mendengar sungguh-sungguh kepada siapa yang membawa kebenaran dan menginginkan
jawaban, atau menyadari dan berpikir atas apa yang ia (Rasulullah Saw) seru
kepada kami, dari hidayah dan petunjuk, maka tidaklah kami tertimpa api nereka
yang menyala-nyala.”
3) Ketiga, untuk Menjaga Diri dan Mencegah dari Perbuatan
Tercela. Fungsi akal yang ketiga adalah untuk menjaga diri serta mencegah
dari perbuatan tercela. Seperti menjaga diri dari sesuatu yang haram ,
sebagaimana firman-Nya :
قُلْ تَعَالَوْا
أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ
نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ
مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ
إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
151.
Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu
yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah
terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu
karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka,
dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di
antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang
benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu
memahami(nya).
Menurut Quraish Shihab, ayat tersebut menjelaskan aneka hal yang
haram dengan tanpa menyebutkan sesuatu yang berkaitan dengan makanan. Hal ini
tentunya mengisyaratkan bahwa akal berfungsi sebagai penghindar dari kejahatan
moral terhadap Allah SWT dan manusia. Oleh karenanya, adanya penutup ayat
dengan redaksi La’alakum Ta’qilun akan
menjadikan sentakan bagi manusia agar dapat memahami atas apa yang disampaikan
Allah Swt serta agar terjauh dari kejahatan moral.
B. Wahyu
2.5 Pengertian wahyu
Kata
wahyu berasal dari bahasa Arab yaitu الوحي yang
berarti suara, api, dan kecepatan. Wahyu menurut kamus al-Mufrodat Fi Ghoro’ibil-Qur’an makna
aslinya adalah al-isyaratu al-syari’ah yang memiliki arti
isyarat yang cepat yang disampaikan ke dalam hati.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata wahyu diartikan sebagai
petunjuk dari Allah yang diturunkan hanya kepada para nabi dan rasul melalui
mimpi dan sebagainya. Dalam kedudukannya sebagai petunjuk, wahyu juga dapat
diartikan sebagai pemberitahuan (informasi) dari Allah yang diberikan kepada
orang-orang pilihannya untuk disampaikan kepada manusia agar dijadikan sebagai
pegangan hidup. Wahyu mengandung ajaran, petunjuk dan pedoman yang berguna bagi
manusia untuk perjalanan hidupnya di dunia dan akhirat.
Secara
konseptual, istilah wahyu menunjukkan kepada nama-nama yang
lebih populer seperti Al-Kitab, Al-Qur’an, Risalah, dan Balagh.
Dalam terminologi Islam, wahyu yang dibawa oleh Nabi Muhammad itu dinamakan
Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kitab dan Firman Tuhan yang disampaikan kepada Nabi
SAW. dengan demikian wahyu menurut konsepsi Al-Qur’an, merupakan parole tuhan,
wahyu sama dengan firman Tuhan (kalam Allah).
Sebagaimana firman Allah, dalam surat
At-Taubah ayat 6:
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ
الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ
أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya : Dan jika seorang
diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka
lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia
ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak
mengetahui (At-Taubah: 6)
Pengertian wahyu secara etimologis adalah pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat yang khusus diberitahukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang lain. Sedangkan pengertian wahyu secara termonologi adalah firman (petunjuk) Allah yang disampaikan kepada nabi dan walinya.
2.6 Fungsi wahyu
Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksut
memberi informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara
berterima kasih kepada tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan
yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan di terima
manusia di akhirat.
Adapun wahyu dalam hal ini yang dapat dipahami sebagai wahyu
langsunng (al-Qur'an) ataupun wahyu yang tidak langsung (al-Sunnah),
kedua-duanya memiliki fungsi dan kedudukan yang sama meski tingkat akurasinya
berbeda karena disebabkan oleh proses pembukuan dan pembakuannya. Al-Qur'an
langsung ditulis semasa wahyu itu diturunkan dan dibukukan di masa awal islam,
hanya beberapa waktu setelah Rosul Allah wafat (masa Khalifah Abu Bakar),
sedangkan al-hadis atau al-Sunnah baru dibukukan pada abat kedua hijrah (masa
Khalifah Umar bin Abdul Aziz), oleh karena itu fungsi dan kedudukan wahyu dalam
memahami Islam adalah:
a.
Wahyu
sebagai dasar dan sumber pokok ajaran Islam. Seluruh pemahaman dan pengamalan
ajaran Islam harus dirujukan kepada al-Qur'an dan Sunnah. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa pemahaman dan penngamalan ajaran Islam tanpa merujuk pada
al-quran dan al-sunnah adalah omong kosong.
b.
Wahyu
sebagai landasan etik. Karena wahyu itu akan difungsikan bila akal difungsikan
untuk memahami, maka akal sebagai alat untuk memahami islam (wahyu) harus
dibimbinng oleh wahyu itu sendiri agar hasil pemahamannya benar dan pengamalannya
pun menjadi benar. Akal tidal boleh menyimpang dari prinsip etik yang diajarkan
oleh wahyu.
Kedudukan wahyu terhadap akal manusia adalah seperti cahaya
terhadap indera penglihatan manusia.. Oleh karena itulah, Alloh SWT menurunkan wahyu-Nya
untuk membimbing manusia agar tidak tersesat. Di dalam keterbatasannya-lah akal
manusia menjadi mulia. Sebaliknya, ketika ia melampaui batasnya dan menolak
mengikuti bimbingan wahyu maka ia akan tersesat.
Meletakkan akal dan wahyu secara fungsional akan lebih tepat dibandingkan struktural, karena bagaimanapun juga akal memiliki fungsi sebagai alat untuk memahami wahyu, dan wahyu untuk dapat dijadikan petunjuk dan pedoman kehidupan manusia harus melibatkan akal untuk memahami dan menjabarkan secara praktis. Manusian diciptakan oleh tuhan dengan tujuan ang jelas, yakni sebagai hamba Allah dan khalifah Allah, dan untuk mencapai tujuan tersebut manusia dibekali akal dan wahyu. Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksut memberi informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan di terima manusia di akhirat. Sebenarnya wahyu secara tidak langsung adalah senjata yang diberikan Allah kepada nabi-nabiNya untuk melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman orang-orang yang tak menyukai keberadaanya. Dan sebagai bukti bahwa beliau adalah utusan sang pencipta yaitu Allah SWT.
2.7 Kekuatan wahyu
Memang sulit saat ini membuktikan jika wahyu memiliki kekuatan,
tetapi kita tidak mampu mengelak sejarah wahyu ada, oleh karna itu wahyu
diyakini memiliki kekuatan karena beberapa faktor antara lain:
- 1)
Wahyu
ada karena ijin dari Allah, atau wahyu ada karena pemberian Allah.
- 2)
Wahyu
lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah.
- 3)
Membuat
suatu keyakinan pada diri manusia.
- 4)
Untuk
memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib.
- 5)
Wahyu
turun melalui para ucapan nabi-nabi.
- 6)
Kedudukan
Wahyu Dalam Islam
Kedudukan antara akal dan
wahyu dalam islam sama-sama penting. Karena islam tidak akan terlihat
sempurna jika tidak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat berpengaruh
dalam segala hal dalam islam. Dapat dilihat dalam hukum islam, antar wahyu dan
akal ibarat penyeimbang.
Ketika hukum islam berbicara
yang identik dengan wahyu, maka akal akan segera menerima dan mengambil
kesimpulan bahwa hal tersebut sesuai akan suatu tindakan yang terkena hukum
tersebut, karena sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki kesamaan yang
diberikan Allah namun kalau wahyu hanya orang-orang tertentu yang mendapatkanya
tanpa seorangpun yang mengetahu, dan akal adalah hadiah terindah bagi setiap
manusia yang diberikan Allah.
Dalam Islam, akal memiliki
posisi yang sangat mulia. Meski demikian bukan berartiakal diberi kebebasan
tanpa batas dalam memahami agama. Islam memiliki aturan untuk menempatkan akal
sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, akal yang sehat akan selalu cocok dengan
syariat islam dalam permasalahan apapun. Dan Wahyu baik berupa Al-qur'an dan
Hadits bersumber dari Allah SWT, pribadi Nabi Muhammad SAW yang menyampaikan
wahyu ini, memainkan peranan yang sangat penting dalam turunnya wahyu. Wahyu
mmerupakan perintah yang berlaku umum atas seluruh umat manusia, tanpamengenal
ruang dan waktu, baik perintah itu disampaikan dalam bentuk umum atau khusus.
Apa yang dibawa oleh wahyu tidak ada yang bertentangan dengan akal, bahkan ia
sejalan dengan prinsip-prinsip akal.
2.8
Wahyu
menurut al-Qur’an
Kata
wahyu dalam al-Quran memiliki empat arti;
a.
Isyarat
secara rahasia. Ini adalah
pemaknaan wahyu secara kebahasaan. Sebagaimana ayat yang dimaktubkan dalam
al-Quran berkenaan dengan Nabi Zakaria a.s.:
فَخَرَجَ
عَلَىٰ قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ فَأَوْحَىٰ إِلَيْهِمْ أَنْ سَبِّحُوا بُكْرَةً
وَعَشِيًّا
11. Maka ia
keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah
kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.
b.
Petunjuk
naluriah, yaitu petunjuk-petunjuk
yang bersifat naluriah yang ada di dalam diri semua makhluk. Setiap maujud,
baik itu benda padat, tumbuhan, hewan dan manusia, secara instingtif mengetahui
jalan keabadian dan keberlangsungan hidupnya. Petunjuk yang bersifat naluriah
ini disebut dalam Al-Quran dengan nama wahyu. (QS. Al-Nahl: 68-69).
وَأَوْحَىٰ
رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ
الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ
68. Dan Tuhanmu mewahyukan kepada
lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di
tempat-tempat yang dibikin manusia",
ثُمَّ
كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا ۚ يَخْرُجُ مِنْ
بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ ۗ إِنَّ فِي
ذَٰلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
69. kemudian makanlah dari
tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan
(bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam
warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran
Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.
c.
Ilham
(bisikan gaib). Kadangkala manusia
menerima pesan, tetapi tidak mengetahui dari mana asal pesan tersebut. Biasanya
pesan ini muncul dalam kondisi terdesak, ketika dia menganggap telah menapaki
jalan buntu. Tiba-tiba, muncul pancaran dari dalam hati yang memberitahu adanya
jalan terang dan memberi harapan untuk terbebas dari kesulitan. Pesan-pesan
pemberitahu jalan keluar ini adalah suara gaib yang membantu manusia dari balik
layar wujud. Inilah inayah Sang Pencipta kepada alam semesta.
Suara
gaib dari inayah Ilahiah ini, disebut oleh Al-Quran dengan nama wahyu.
Berkenaan dengan ibunda Nabi Musa as al-Quran mengisahkan:
وَأَوْحَيْنَا
إِلَىٰ أُمِّ مُوسَىٰ أَنْ أَرْضِعِيهِ ۖ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي
الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي ۖ إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ
وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ
7. Dan kami
ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir
terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir
dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan
mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.
Ketika Musa a.s. lahir, ibunya
mengkhawatirkan nasibnya. Tiba-tiba dalam benak ibunya muncul kepasrahan untuk
bertawakal kepada Tuhan. Kemudian dia menyusui bayinya. Meski khawatir, dia
letakkan Musa as ke dalam peti yang kemudian dihanyutkan di aliran sungai.
Namun, dalam benaknya tersemat keyakinan bahwa bayinya kelak kembali kepadanya.
Ibu Nabi Musa a.s. merasa ada yang tidak memperbolehkannya bersedih. Pada saat
itulah dia telah bertawakal dan menyerahkan nasib bayinya kepada Allah SWT.
Itulah suara yang menyinari dan
melintas dalam hati ibu Nabi Musa a.s. Ibu Nabi Musa a.s. memiliki secercah
harapan karenanya. Dia tidak memikirkan sesuatu yang lain, selain Tuhan. Pikiran
yang menerangi jalan dan menolongnya dari kesulitan dan ketakutan seperti ini
adalah ilham rahmani dan inayah rabbani yang menghampiri hamba-hamba saleh
ketika berada dalam posisi terdesak. Al-Quran juga menggunakan kata wahyu untuk
menyebut bisikan setan:
“Dan
demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari
jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada
sebagian yang lain perkataan-perkataan indah untuk menipu (manusia)”
(QS. Al-An’am: 112).
“Sesungguhnya
setan-setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu”
(QS. Al-An’am: 121).
Dalam
surah Al-Nas disebutkan:
“Dari
kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan)
ke dalam dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia”.
4.
Wahyu kerasulan (risali). Wahyu ini
hanya khusus untuk Nabi. Di dalam al-Quran, wahyu risali disebut lebih dari
tujuh puluh kali:
“Demikianlah
Kami wahyukan kepadamu al-Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memberi
peringatan kepada penduduk Mekkah dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya” (QS.
Al-Syura: 7).
“Kami
menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan al-Quran ini
kepadamu” (QS. Yusuf:3).
Para nabi adalah orang-orang yang
mencapai derajat kesempurnaan, karena mereka telah mempersiapkan diri untuk
menerima wahyu. Berkaitan pendapat ini, Imam Hasan Askari as bersabda,
“Sesungguhnya Allah mendapati hati dan jiwa Muhammad sebaik-baik hati, maka Dia
memilihnya sebagai nabi-Nya.” (Majlisi, Muhammad Baqir, Bihar al-Anwar,
jilid 18, hal.205, hadis ke-36).
Karenanya menambah pengetahuan dan
kesiapan menerima pesan samawi ini menjadi sangat penting. Tujuannya adalah
mengikis habis segala hiasan jasmani dari diri seseorang hingga layak menjalin
hubungan dengan para malakut. Rasulullah saw bersabda, “Allah tidak akan
mengutus seorang nabi atau rasul melainkan Dia sempurnakan akalnya dan jadilah
akalnya lebih unggul dari seluruh akal umatnya.” (Muhammad bin Ya’qub
Kulaini, Ushul Al-Kafi, jld. 1, hlm.13).
Mulla Sadra berpendapat bahwa batin
Nabi dihiasi dengan hakikat kenabian jauh sebelum beliau lahir. Hal ini telah
diketahui secara sempurna oleh para nabi. Nabi telah menghias batinnya secara
gemilang dengan kesempurnaan insani, jauh hari sebelum beliau menampakkannya.
Pada saat itulah qalib (jasad) menyandang predikat qalb (hati). Itulah yang
muncul dan tampak dari Nabi. Pertama beliau melakukan perjalanan dari al-khalq
(makhluk) menuju Al-Haqq. Kemudian perjalanannya dilanjutkan dari sisi Al-Haqq
bersama Al-Haqq menuju al-khalq (makhluk) (Shadruddin Syirazi, Syarh_Ushul
Al-Kafi, jld. 3, hlm.454).
Wahyu sama seperti ilham. Keduanya
menjadikan jiwa terang. Bedanya adalah sumber ilham tidak diketahui oleh yang
mendapatkannya, sementara sumber wahyu jelas bagi mereka yang mendapatkannya.
Para nabi tidak pernah merasa bingung dan salah ketika menerima pesan samawi,
karena mereka bergegas menyambutnya dengan kesadaran yang utuh dan lapang dada.
Zurarah bertanya kepada Imam Ja’far Al-Shadiq a.s., “Bagaimana Nabi bisa
percaya bahwa apa yang sampai kepadanya adalah wahyu Ilahi, bukan bisikan
setan?”
Imam Al-Shadiq a.s. menjawab,
“Sesungguhnya setiap Allah memilih seorang hamba sebagai nabi, maka Dia
menganugerahkan ketenangan kepadanya, sehingga apa yang sampai kepadanya dari Allah,
sama seperti yang dilihat dengan matanya.” (Muhammad bin Mas’ud Ayyasyi
Samarqandi, Tafsir Al-Ayyasyi, jld. 2, hlm.201, hadis ke-106; Bihar
Al-Anwar, jld. 18, hlm. 262, hadis ke-16). Imam Ja’far Al-Shadiq a.s. juga
pernah ditanya, “Bagaimana bisa para nabi tahu kalau mereka
adalah nabi?”
Imam Al-Shadiq a.s. menjawab, “Telah disingkap tirai dari mereka.” (Bihar
Al-Anwar, jld. 11, hlm. 56, hadis ke-56). Para nabi telah tuntas melewati
jenjang ilmul yaqin, kemudian mengarungi ainul yaqin dan mencapai haqqul yaqin
ketika diutus sebagai nabi. Karenanya, tak perlu heran jika di lautan manusia,
ada orang-orang pilihan yang suci, tampil ke permukaan, mengemban risalah
Ilahi, menyampaikan pesan samawi untuk manusia supaya beruntung. Sebagaimana
firman-Nya dalam al-Quran:
“Pantaskah
manusia menjadi heran bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara
mereka, “Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman
bahwa mereka memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan.” Orang-orang kafir
berkata, “Sesungguhnya orang ini (Muhammad) benar-benar penyihir yang nyata.”
(QS. Yunus: 2).
Untuk
menghilangkan segala keheranan dan prasangka buruk, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya
Kami telah mewahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah mewahyukan
kepada Nuh dan nabi-nabi setelahnya, dan Kami telah mewahyukan kepada Ibrahim,
Ismail, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya; Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman.
Dan Kami berikan Zabur kepada Dawud. Dan beberapa rasul yang telah Kami
kisahkan tentang mereka kepadamu sebelumnya dan ada beberapa rasul yang tidak
kami kisahkan kepadamu. Dan kepada Musa Allah berfirman langsung. Rasul-rasul
itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak
ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasul-rasul itu diutus. Allah
Mahaperkasa, Mahabijaksana. (Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu
itu), tetapi Allah menjadi saksi atas (al-Quran) yang diturunkannya kepadamu
(Muhammad). Dia menurunkannya dengan ilmunya, dan malaikat-malaikat pun menjadi
saksi. Cukuplah Allah yang menjadi saksi. Sesungguhnya orang-orang yang kafir
dan menghalang-halangi (orang lain) dari jalan Allah, benar-benar telah sesat
sejauh-jauhnya” (QS. Al-Nisa’: 163-167).
Bukan
sebuah peristiwa yang mengherankan jika ada seseorang yang mendapatkan wahyu.
Inilah fenomena yang selalu berseiring bersama manusia sepanjang sejarah.
BAB III
Kesimpulan
Akal merupakan hidayah Allah yang diberikan kepada
menusia berfungsi sebagai alat untuk mencari kebenaran, akal mampu
merumuskan yang bersifat kognitifdan manajerial. Wahyu merupakan firman Allah
yang berfungsi sebagai pedoman hidup manusia. Wahyu baik yang langsung
(al-Qur’an) maupun tidak langsung (al-Sunnah) sebagi sumber ajaran Islam. Akal dan wahyu
dilihat secara fungsional bukan struktural,
akal berfungsi untuk memahami
wahyu, dan wahyu berfungsi untuk meluruskan kerja akal. Dalam ajaran Islam, akal
mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai, bukan hanya
dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja,
tetapi juga dalam perkembangan ajaran-ajaran keagamaan Islam itu sendiri. Kedudukan wahyu terhadap
akal manusia adalah seperti cahaya terhadap
indera penglihatan manusia. Kaum
Mu’tazialah berpendapat, bahwa baik dan buruk ditentukan oleh akal. Mana
yang baik kata akal baiklah dia dan mana yang buruk kata akal buruklah dia.
Daftar Pustaka
PENGERTIAN
WAHYU DAN AKAL (ilmu-ushuluddin.blogspot.com)
https://id.scribd.com/doc/89525306/Fungsi-Akal-Menurut-Al
Definisi
dan Pengertian Wahyu (referensimakalah.com)
Ahmad,
https://bangkuliah.com/2016/11/15/fungsi-dan-peran-wahyu-dalam-islam/ (diakses
pada tanggal 19 November pukul 20.59)
Tiga
Fungsi Akal dalam Al-Qur’an - Islami[dot]co
Muhammad Hadi Ma’rifat, Tarikh Al-Qur’an, Majma Jahani
Ahl Al-Bait, Qom, 1388 HS
No comments:
Post a Comment